Presiden SBY: Indonesia adalah Negara Berketuhanan, Bukan Negara Agama
JAKARTA – Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang diraih pada 17 Agustus 1945 berhasil menginspirasi bangsa lain di dunia. Di usianya yang ke-69 tahun, Indonesia tumbuh menjadi negara republik besar di Asia, dan telah membuka sejarah Indonesia modern.
“Jika para pendiri bangsa dulu mempertahankan kemerdekaan sampai titik darah penghabisan, bagi generasi kita kini ke-Indonesiaanlah yang harus kita pertahankan mati-matian,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kenegaraan di hadapan sidang bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daearah (DPD) di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Jumat (15/8/2014) pagi.
Menurut Presiden SBY, tidak ada gunanya menjadi semakin makmur dan modern, namun kehilangan yang amat fundamendal dan terbaik dari bangsa ini, yaitu Pancasila, ke-Bhinnekaan, semangat persatuan, toleransi, kesantunan, pluralisme, dan kemanusiaan.
Presiden mengingatkan bahwa mewujudkan dan mempertahankan ke-Indonesia-an ini merupakan tantangan bangsa saat ini dan yang akan datang. “Ini adalah ujian bagi kebangsaan kita, ke-Indonesia-an kita. Indonesia adalah negara berketuhanan, bukan negara agama,” ujar Presiden SBY.
Pidato kenegaraan ini merupakan kali terakhir pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Oleh karena itu, SBY sekaligus menyatakan pamit.
“Walaupun ini adalah pidato yang ke-10, perasaan saya sebenarnya sama dengan sewaktu pertama kali berdiri di sini tahun 2005, penuh semangat dan tekad untuk berbuat yang terbaik dan memberikan segalanya kepada bangsa dan negara,” kata Presiden SBY.
Kepala Negara juga secara terbuka meminta maaf kepada rakyat Indonesia atas berbagai kekurangan yang dilakukannya dalam menjalankan tugasnya selama dua periode memimpin negeri ini, yakni 2004-2009 dan 2009-2014.
“Dari lubuk hati yang terdalam, saya meminta maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan itu. Meskipun saya ingin selalu berbuat yang terbaik, tetaplah saya manusia biasa,” ujar Presiden SBY. (Aan/LINES)