Presiden SBY: Militer Harus Hormati Demokrasi
Jakarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah berkomunikasi dengan Duta Besar Indonesia untuk Mesir agar menjaga warga negara Indonesia dari konflik dan kekerasan yang masih terus berlangsung di Mesir, terutama sejak digulingkannya Muhammad Mursi dari kursi kepresidenan Mesir pada 3 Juni lalu.
“Warga negara Indonesia Jangan sampai jadi sasaran yang tidak semestinya, menjauhi tempat-tempat berbahaya, tidak berpihak pada manapun karena ini urusan Mesir,” jelas Presiden SBY dalam keterangan persnya di Istana Negara, Kamis (15/8) pukul 17.00 WIB.
Seperti telah diketahun, Presiden Mesir Adly Mansour mengeluarkan pernyataan keadaan darurat selama satu bulan di seluruh Mesir. Pernyataan tersebut dikeluarkan saat terjadi aksi protes dan bentrok tak kunjung henti dan meluas.
Presiden terus mengikuti perkembangan terbaru yang terjadi di Mesir dan terus mendapat laporan dari Menlu dan Dubes Indonesia di Mesir. “Perkembangan yang terjadi di Mesir dalam 24 jam terakhir ini telah memburuk. Berakibat pada jatuhnya korban meninggal dan luka-luka,” lanjutnya.
Sebagai negara yang memiliki hubungan persaudaraan dan sejarah dengan Mesir, Indonesia berharap kondisi di Mesir tidak memburuk. SBY berharap semua pihak di Mesir; pemerintah, militer, dan persaudaraan muslim, dapat menghentikan pertumpahan darah yang lebih jauh.
“Pandangan saya, penggunaan kekerasan, atau lebih buruk lagi, senjata militer yang berlebihan adalah bertolak belakang dengan nilai demokrasi dan hak asasi manusia. Saya menyerukan pada semua pihak untuk mencari solusi terbaik dalam spirit kompromi dan win-win approach,” Presiden menyampaikan.
“Memang situasi sangat sulit dan kompleks. Sepertinya opsi tidak terlalu banyak untuk menghentikan pertumbahan darah dan mencegah memburuknya konflik di Mesir tersebut. Ini tidak mudah, tapi kalau pemimpin dan elit politik mau menghentikan dulu kekerasan dan berusaha mencari satu formula yang saya sebut dengan win-win solution dan berkompromi, saya percaya peluang itu masih terbuka,” ungkap SBY.
Militer, lanjut Kepala Negara, harus menghormati demokrasi, menggunakan kekuatan militer dan senjata terhadap pengunjuk rasa yang disebut peaceful demonstration.
SBY menyampaikan bahwa Indonesia di tahun 1998-1999 juga pernah melalui masa yang serupa. “Alhamdulillah situasi itu tidak berkembang lebih memburuk lagi, karena militer Indonesia melakukan refomasi internal dan mendukung reformasi dan demokrasi. Pemimpin politik Indonesia waktu itu juga tidak meninggalkan militer bahkan mengajak militer yang sudah menjalankan reformasi dan kemudian bertindak profesional untuk menyukseskan perubahan yang ada di negara ini,” SBY menjelaskan.
“Barangkali pengalaman di masa-masa yang sulit itu boleh dijadikan pelajaran, bahwa tidak mungkin situasi di Mesir saat ini bisa diselesaikan kalau para pemimpin dan elit politik dari pihak-pihak yang sedang berhadapan melakukan sesuatu yang berani, rekonsiliasi, mencari solusi yang win-win, dan pertumpahan darah bisa dihentikan,” Kepala Negara menyampaikan.
Presiden juga menyerukan kepada Dewan Keamanan PBB yang sudah sepatutnya peduli dan mengambil tidakan yang diperlukan. “Saya juga menyeru bahwa negara-negara lain dan PBB untuk memberikan perhatian, membuat sesuatu untuk tidak menjadi tragedi kemanusiaan yang lebih dahsyat dari apa yang kita lihat di Mesir,” kata SBY.
Mendampingi Presiden SBY saat memberikan keterangan pers, antara lain Wapres Boediono, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Mensesneg Sudi Silalahi, Seskab Dipo Alam, Menlu Marty Natalegawa, dan Mendikbud Muhammad Nuh. (fbw)
Sumber: presidenri.go.id
Twitter: @websitepresiden