Oleh: H. Budi Muhaeni
Anggota Dewan Penasehat DPD LDII Kota Balikpapan
Hidup adalah rangkaian episode—sebagian menyuguhkan tawa dan bahagia, sebagian lagi menghadirkan air mata dan derita. Cobaan, entah dalam bentuk sakit, kehilangan, atau kegagalan, kerap kita pandang sebagai beban yang menyulitkan langkah. Namun, pernahkah kita mencoba melihatnya dari sudut pandang yang lebih dalam? Sebuah perspektif yang mampu mengubah duri menjadi bunga, air mata menjadi cahaya, dan kesedihan menjadi hikmah?
Saya merenungkan sebuah kebenaran mendasar: cobaan hanya akan membawa manfaat besar jika diterima dengan hati yang sabar dan ridha. Di sinilah letak hakikat ujian dalam hidup. Bukan untuk menyiksa atau membinasakan, tetapi sebagai tarbiyah ilahiah—pendidikan spiritual yang Allah hadirkan agar hamba-Nya meraih pahala berlimpah berkat sikapnya yang benar dalam menyikapi takdir.
Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un’.”
(QS. Al-Baqarah: 155–156)
Ayat ini menjadi mercusuar penuntun hati, menegaskan bahwa ujian adalah keniscayaan hidup, dan kabar gembira hanya diberikan kepada mereka yang sabar dan ridha.
Sabar dan Syukur: Dua Sayap Mukmin dalam Menjalani Takdir
Dalam sabda Nabi Muhammad SAW:
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh urusannya baik baginya. Dan tidaklah hal itu didapati kecuali bagi orang mukmin. Apabila dia mendapat kelapangan, dia bersyukur—itu baik baginya. Apabila dia tertimpa kesempitan, dia bersabar—itu pun baik baginya.”
(HR. Muslim)
Inilah sikap mental yang membedakan seorang mukmin: selalu melihat kebaikan dalam setiap takdir. Tidak ada yang sia-sia. Dalam nikmat ada pahala syukur, dan dalam musibah tersembunyi pahala sabar.

Teladan Para Nabi dan Orang Saleh: Menapaki Jejak Kesabaran Ilahiah
Mari kita selami kembali lembaran sejarah agung para insan pilihan Allah, yang menjadi cermin keteguhan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan:
1. Nabi Adam AS
Ketika tergelincir dalam kekhilafan, beliau tidak larut dalam penyesalan atau kesombongan. Dengan rendah hati, beliau bertobat dan kembali kepada Allah. Inilah cikal bakal sikap ridha dan kesadaran yang membentuk fondasi taubat yang sejati.
2. Nabi Ayub AS
Kisahnya adalah simbol kesabaran abadi. Di tengah kehilangan total dan penyakit yang melemahkan, ia tetap teguh, tanpa keluh kesah berlebihan. Hanya hati yang pasrah dan penuh keyakinan. Allah pun mengembalikan segalanya dengan karunia yang lebih besar.
“Wong sabar rejekine jembar”—Orang yang sabar, rezekinya lapang.
Pepatah Jawa ini nyata dalam kehidupan Nabi Ayub.
3. Nabi Yunus AS
Ketika putus asa dan menyendiri di kegelapan perut ikan, ia segera tersadar dan memanjatkan zikir penuh penyesalan. Ia mengajarkan bahwa dalam momen tergelap sekalipun, pintu taubat dan pertolongan selalu terbuka.
4. Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS
Kisah pengorbanan mereka menunjukkan keridhaan tanpa syarat terhadap kehendak Allah. Inilah bukti bahwa taat pada perintah Allah dengan ikhlas dan sabar mengantarkan seseorang pada derajat tertinggi sebagai kekasih-Nya.
5. Sayyidah Maryam AS, Khadijah RA, dan Asiyah RA
Mereka adalah wanita-wanita agung yang diuji dengan takdir yang berat, namun tetap sabar, kokoh, dan bertakwa. Mereka tidak hanya lulus dari ujian, tapi juga dijamin surga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
6. Nabi Muhammad SAW
Beliau menghadapi penderitaan yang tak terbayangkan: penolakan, cacian, kelaparan, dan fitnah. Namun beliau tetap sabar, mengokohkan umat dengan cinta, dan menjadi contoh sempurna bahwa kesabaran dan ridha adalah tangga tertinggi menuju kemuliaan.
“Tidaklah seorang Muslim ditimpa keletihan, penyakit, kegundahan, kesedihan, gangguan, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapus sebagian dosa-dosanya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ujian Adalah Karunia Terselubung
Sakit dan segala bentuk cobaan adalah qadar Allah yang tidak bisa dihindari, namun bukanlah bentuk murka, melainkan kesempatan untuk meningkatkan derajat dan menghapus dosa.
Sikap pertama yang seharusnya muncul adalah ridha menerima takdir dan sabar menjalaninya. Sebab dari sinilah pintu-pintu pahala terbuka. Setelah itu, barulah kita panjatkan doa-doa terbaik, memohon kesembuhan, kekuatan, dan hikmah di balik segala yang terjadi.
Sebagaimana pepatah Jawa mengatakan:
“Nrimo ing pandum”—menerima sepenuh hati atas pemberian Tuhan,
adalah sikap yang menghadirkan ketenangan jiwa dan membuka pintu pertolongan-Nya.
Doa untuk Sesama yang Diuji
Saat melihat saudara kita tertimpa ujian, jangan hanya mendoakan kesembuhan fisik. Doakan pula agar mereka diberi kekuatan hati untuk ridha dan sabar, karena di situlah letak keberkahan terbesar. Setelah itu, barulah kita panjatkan doa untuk kesembuhan yang barokah, yang membawa kebaikan dunia dan akhirat.
Air Mata yang Menjadi Cahaya
Memahami hikmah di balik ujian akan mengubah cara kita memandang kehidupan. Cobaan bukan lagi batu sandungan, melainkan anak tangga menuju surga. Dengan sabar dan ridha, setiap tetes air mata menjadi saksi kekuatan jiwa, dan setiap helaan napas menjadi zikir penguat iman.
Semoga kita selalu diberikan hati yang kuat dan lapang dalam menghadapi takdir-Nya. Karena ridha dan sabar bukan sekadar kata, melainkan jalan menuju kemuliaan yang abadi. (BM)