Tahun Baru Islam, Ketua Umum LDII Ajak Bangsa Hijrah Menuju Perbaikan Moral dan Keadilan Sosial

JAKARTA – 1 Muharam 1446 H menjadi momen penting bagi umat Islam untuk melakukan refleksi dan transformasi moral. Ketua Umum DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), KH Chriswanto Santoso, mengajak seluruh elemen bangsa menjadikan Tahun Baru Islam sebagai momentum hijrah nasional, yakni berpindah dari krisis moral menuju masyarakat yang adil, makmur, dan beradab.

“Hijrah bukan sekadar peristiwa sejarah, tetapi fondasi penting dalam peradaban Islam yang memberi pelajaran mendalam tentang keberanian, kepemimpinan, dan transformasi sosial,” ujar KH Chriswanto saat ditemui di Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Makna Hijrah sebagai Transformasi Bangsa

KH Chriswanto menjelaskan bahwa peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah pada 622 Masehi menandai dimulainya kalender Hijriah. Lebih dari sekadar perpindahan fisik, hijrah adalah simbol perubahan menuju tatanan masyarakat yang lebih adil, beradab, dan terorganisir.

“Hijrah memberi spektrum luas bagi kehidupan sosial, kemasyarakatan, dan berbangsa. Hari ini, Indonesia pun harus terus melakukan hijrah menuju bangsa yang lebih kuat secara moral dan etika,” jelasnya.

Ia menekankan bahwa semangat hijrah sejalan dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan nilai-nilai Pancasila, yakni mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Dakwah Islam bertujuan menciptakan keadilan, yang juga menjadi sila kelima Pancasila. Maka, membangun moral bangsa adalah bagian dari tugas besar umat Islam dalam bernegara,” tegasnya.

Seruan Hijrah Nasional: Bangkit dari Krisis Moral

KH Chriswanto menyoroti kondisi moral bangsa yang dinilainya masih perlu perbaikan serius. Ia mengingatkan berbagai kasus korupsi triliunan rupiah yang mencederai keadilan sosial dan merusak kepercayaan publik.

“Cukup sudah kita menyaksikan uang negara dijadikan barang bukti. Bangsa ini tak akan maju tanpa moralitas yang kokoh. Hijrah hari ini adalah keluar dari lingkaran KKN, egoisme, dan sikap individualistik menuju masyarakat yang peduli dan gotong royong,” tegasnya.

Ia menyebut bahwa Indonesia sejatinya memiliki fondasi moral dan budaya kolektif yang kuat, seperti semangat gotong royong dan nilai persatuan. Namun, nilai-nilai itu perlahan tergerus oleh gaya hidup individualistis dan pragmatisme.

“Kita terlalu sibuk menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban. Akhirnya, kesejahteraan umat tidak menjadi tujuan bersama. Yang terjadi, kita lebih senang makmur sendiri daripada berbagi,” kritiknya.

Bangkit Mandiri, Jangan Jadi Objek Penjajahan Ekonomi

KH Chriswanto juga menyampaikan pentingnya kemandirian bangsa dalam berbagai sektor untuk keluar dari ketergantungan dan potensi penjajahan ekonomi oleh bangsa lain.

“Hijrah Nabi dan para sahabat adalah cermin keberanian meninggalkan kebodohan dan membangun masyarakat yang tercerahkan. Bangsa ini harus hijrah dari ketertinggalan, dari kemiskinan struktural menuju kemandirian di segala bidang,” tambahnya.

Ia berharap para pemimpin bangsa, tokoh masyarakat, dan seluruh umat Islam menjadikan Tahun Baru Islam sebagai momentum kebangkitan kolektif — bukan hanya dari sisi spiritual, tetapi juga sosial dan nasional.

“Dengan kepemimpinan yang kuat, visi yang adil, dan akhlak yang luhur, saya yakin Indonesia akan sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia,” pungkas KH Chriswanto.

(*/LINES)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *