JAKARTA – Dalam rangka memperingati Hari Bumi ke-55, DPP LDII bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggelar webinar bertema “Pengenalan Jejak Karbon dan Cadangan Karbon dalam Upaya Mengatasi Perubahan Iklim”, Sabtu (31/5).
Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid dari Kantor DPP LDII Senayan, Jakarta, dan diikuti lebih dari 250 studio LDII se-Indonesia.
Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso, menegaskan bahwa krisis lingkungan merupakan akumulasi dari kelalaian manusia, dan kini menjadi tanggung jawab bersama untuk mengubah cara pandang terhadap bumi, dari sekadar tempat tinggal menjadi amanah yang wajib dijaga.
“Kita bukan hanya menumpang hidup di bumi, tetapi juga memikul tanggung jawab besar sebagai khalifah yang harus merawatnya,” tegas KH Chriswanto.
Ia menyoroti berbagai temuan ilmiah soal dampak perubahan iklim, seperti redistribusi air global akibat pencairan daratan es, naiknya permukaan laut, bahkan melambatnya rotasi bumi yang bisa menyebabkan perubahan durasi waktu harian.
Menurutnya, fakta-fakta ini bukan untuk menakut-nakuti, tetapi peringatan keras agar manusia segera bertindak.


Langkah Nyata LDII: Tanam 5 Juta Pohon, Gunakan Energi Terbarukan
KH Chriswanto menyampaikan bahwa LDII sejak beberapa tahun terakhir telah menanam lebih dari 5 juta pohon di seluruh Indonesia sebagai bagian dari gerakan penghijauan.
Tak hanya itu, PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) telah digunakan di kantor pusat LDII dan beberapa pondok pesantren. Beberapa wilayah juga mulai mengembangkan pembangkit listrik tenaga mikrohidro.
“Mengurangi jejak karbon bukan sekadar angka, ini adalah wujud ketakwaan dan tanggung jawab spiritual manusia terhadap bumi,” jelasnya.
LDII juga memiliki metode khusus yang disebut “tabungan karbon”, yaitu kebiasaan warga untuk menanam pohon sebagai bentuk sedekah lingkungan. Hal ini, menurutnya, bisa jadi teladan bagi komunitas lain.
KLHK Dorong Aksi Kolektif, Apresiasi Langkah LDII
Sementara itu, Direktur Mitigasi Perubahan Iklim KLHK, Irawan Asaad, menjelaskan bahwa lima sektor utama penyumbang emisi gas rumah kaca adalah energi, industri, limbah, pertanian, dan kehutanan.
Ia menegaskan bahwa 80% bencana di Indonesia saat ini dipicu oleh perubahan iklim seperti banjir, kekeringan, dan badai.
Irawan mengapresiasi LDII atas inisiatif seperti penggunaan PLTS, pengelolaan sampah mandiri, dan keterlibatan dalam program Proklim, yang merupakan contoh nyata kontribusi ormas dalam mitigasi iklim.
“LDII telah memberi teladan. Ini bukti bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil yang dilakukan bersama,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan pentingnya memahami empat jenis jejak karbon, yakni:
- Jejak individu (dari aktivitas harian),
- Jejak organisasi (konsumsi energi, operasional),
- Jejak negara (total emisi nasional),
- Jejak produk (dari produksi hingga daur ulang).
KLHK, lanjut Irawan, sedang mengembangkan berbagai program nasional untuk mendukung komitmen Indonesia dalam pengurangan emisi karbon (NDC) hingga tahun 2030, termasuk lewat perdagangan karbon, rehabilitasi hutan, dan energi bersih.
“Kami mendorong LDII untuk terus memperluas edukasi dan keterlibatan publik dalam menjaga lingkungan. Semakin banyak pihak yang terlibat, semakin besar dampaknya,” imbuh Irawan.
Edukasi dan Partisipasi Masyarakat Jadi Kunci
Webinar ini menjadi bagian dari program berkelanjutan LDII dalam mendukung pembangunan hijau dan edukasi masyarakat terhadap lingkungan hidup.
Dihadiri oleh studio dari DPW dan DPD LDII, sekolah, dan pondok pesantren, kegiatan ini menjadi bukti bahwa LDII aktif mendorong gerakan sadar lingkungan dari tingkat akar rumput.
KH Chriswanto menutup dengan pesan penting. “Sekecil apa pun aksi kita, jika dilakukan bersama dan konsisten, dampaknya akan besar. Ini bukan soal siapa yang paling hebat, tapi siapa yang mau memulai.”
(*/LINES)