Nasional

Jelang Rakernas, LDII Ingatkan Pemerintah Fokus Energi Terbarukan dan Konservasi Energi

Ketua DPP LDII, Prasetyo Sunaryo, bersama Chriswanto Santoso dan Rioberto Sidauruk berbicara saat konferensi pers bertema 'Ormas dan Kedaulatan Energi' di Jakarta, Minggu (27/5/2018). Foto: Dok.LDII
Ketua DPP LDII, Prasetyo Sunaryo (dua dari kanan), bersama Chriswanto Santoso (berpeci hitam), Rully Kuswahydi (ujung kiri) dan Rioberto Sidauruk (ujung kanan) berbicara saat konferensi pers bertema ‘Ormas dan Kedaulatan Energi’ di Jakarta, Minggu (27/5/2018). Foto: Dok.LDII

JAKARTA – Menjelang Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang akan diadakan pada 10-11 Oktober 2018 mendatang, Lembaga Dakwah Islam Indonesia menyelenggarakan Press Gathering di Dapoer Solo, Panglima Polim, Jakarta Selatan, Minggu (27/05).

Salah satu yang menjadi concern LDII di dalam Rakernas adalah Energi Terbarukan dan Koservasi Energi. LDII mengingatkan pemerintah terkait dengan komitmen Paris Agreement yang lahir pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau (Conference of Parties/COP) ke-21, di Paris Perancis, 30 November-12 Desember 2015 yang lalu.

“Bila pemerintah memandang energi sebagai kebutuhan pokok, maka kebijakan energi terbarukan selalu memikirkan jangka panjang, termasuk dalam pemberian subsidi,” ujar Prasetyo Sunaryo, Ketua Dewan Pimpinan Pusat LDII.

Menurut Prasetyo, energi tidak bisa dipisahkan dalam kebutuhan pokok. “Bila pemerintah memandang energi sebagai kebutuhan pokok, maka kebijakan terhadap energi terbarukan selalu memikirkan jangka panjang, termasuk dalam pemberian subsidi,” ujarnya.

Indonesia turut meratifikasi komitmen tersebut pada 31 Oktober 2016, dengan melahirkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai perubahan Iklim).

Ratifikasi ini mengharuskan Indonesia menggunakan energi terbarukan sebesar 7,7 persen pada 2018 dan meningkat menjadi 23,7 persen pada 2025.

DPP LDII mengingatkan kepada siapapun capres yang akan memenangi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 agar memperhatikan Paris Agreement mengenai perubahan cuaca, yang mengharuskan Indonesia menggunakan energi terbarukan sebesar 23,7 persen dari total bauran energi nasional.

Presiden terpilih 2019 masa jabatannya berakhir pada 2024. Bila presiden yang terpilih nanti gagal mewujudkan target dari Paris Agreement, menurut Prasetyo, sama halnya mempermalukan bangsa dan negara Indonesia dalam pergaulan internasional. Belum lagi sanksi moral dan embargo bagi produk-produk ekspor Indonesia.

“Presiden yang terpilih pada 2024 tentu menanggung beban dari kegagalan pemimpin sebelumnya, ini juga tidak fair,” imbuh Prasetyo.

Untuk membantu pemerintah dalam pencapaian target penggunaan energi terbarukan, DPP LDII mendorong warganya untuk berinovasi memanfaatkan matahari, angin, dan air untuk sumber energi.

Salah satu contoh karya warga LDII dalam memanfaatkan energi terbarukan, berupa pembangkit listrik mikrohidro, yang mampu menghasilkan listrik sebesar 250 Kilowatt. Listrik tersebut dipergunakan untuk keperluan pengolahan teh di pabrik teh Jamus, Ngawi, Jawa Timur. Dari penggunaan listrik mikrohidro itu, pabrik teh Jamus mampu menghemat 52 persen biaya produksi.

Listrik tersebut juga digunakan untuk menerangi jalan pedesaan di sekitar pabrik teh tersebut. Selain itu, pada tahun depan Pondok Pesantren Wali Barokah yang merupakan pesantren utama LDII, akan menggunakan tenaga surya untuk menyuplai listrik di lingkungan pesantren.

Upaya ini akan diikuti pesantren-pesantren lainnya. DPP LDII berharap, langkah kecil ini menjadi lompatan raksasa bangsa Indonesia, untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan yang potensinya terdapat di seluruh Indonesia.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *