Kapolri: Jangan Mengatakan Pihak Lain Paling Salah
Jakarta (Pinmas) – Kapolri Jenderal Sutarman mengingatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat, bahwa untuk mencegah konflik antarkelompok dan antarumat beragama hendaknya harus dihindari menilai pihak lain atau orang lain paling salah dalam menjalankan ibadah.
Pernyataan itu disampaikan di hadapan peserta Silaturrahim Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Jakarta, Senin malam (11/11). Pada acara itu, Kapolri menjadi narasumber bersama Jaksa Agung Basrief Arief dan Direktur Pemberitaan Antara Akhmad Kusaeni.
Sutarman mengatakan, polisi memiliki kewajiban menjaga ketertiban, menegakkan hukum di masyarakat. Konflik sosial antaragama, seperti melakukan tindak kekerasan atas nama agama , merusak bagunan dan membunuh orang, sejatinya bisa dihindari dengan mengetengahkan kebersamaan. Karena itu, Kapolri minta jika ada persoalan antarumat hendaknya tidak diselesaikan dengan cara sendiri.
“Serahkan hal itu kepada pihak berwajib, karena jika dilakukan dengan pendekatan kekuatan seperti hukum rimba tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan memperbesar,” terang Kapolri.
Untuk mencegah konflik, Sutarman minta para tokoh agama hendaknya menyampaikan pesan kepada umat dengan cara yang lembut. Harus diakui Indonesia adalah bangsa yang majemuk, multi etnis sehingga punya potensi konflik.
“Tuhan menciptakan bangsa ini dengan kemajemukan, karena itu harus disyukuri karena perbedaan itu juga sebagai rahmat,” kata Kapolri.
Sementara itu Akhmad Kusaeni menjelaskan, bahwa media massa kurang tertarik pada pemberitaan keagamaan, tetapi jika ada konflik memiliki kewajiban untuk menjelaskan kepada publik penyebab dari konflik tersebut.
Peliput konflik agama, lanjut Kusaeni, memang perlu diberi wawasan keagamaan. Perlu diberi pelatihan. Hal itu dimaksudkan agar bisa mewartawakan dengan warna utuh dan berimbang, tidak berpihak.
“Agar pemberitaannya tidak memprovokasi dan merugikan pihak mana pun,” ujar Kusaeni.
Sementara itu dalam paparannya, Jaksa Agung Basrief mengingatkan, bahwa negara Indonesia berdasarkan Pancasila, itu mengandung makna, bahwa semua pemeluk agama yang ada harus diberi kebebasan dalam menjalankan ibadahnya masing-masing. Pemerintah pun harus memberi jaminan akan hal itu.
“Kerukunan itu kini menjadi penting, Indonesia memang bukan negara agama, tetapi bukan pula sebagai negara sekuler,” ujar Basrief.
Meski demikian, lanjut Basrief, agama-agama di Indonesia bisa hidup dan penganutnya bebas menjalankan ibadahnya masing-masing. Untuk menjaga kerukunan, perlu diketengahkan toleransi, perlu kesediaan memberi dan menerima dengan ikhlas.
“Kerukunan memang bersifat dinamis, sewaktu-waktu bisa berubah. Karena itu, penting untuk memelihara kerukunan itu,” tandas Basrief. (ess/dm).
Sumber: kemenag.go.id