Berita Nasional

73 Titik Pengamatan Hilal, LDII Tentukan 1 Ramadan 1445 H Bersama Pemerintah

JAKARTA – LDII menggelar pengamatan hilal atau Rukyatul Hilal di 73 titik pengamatan di seluruh Indonesia. Seluruh pengamat hilal melaporkan tidak melihat hilal. Hasil pengamatan ini menjadi masukan bagi pemerintah melalui Kementerian Agama RI menggelar sidang isbat di Auditorium H.M Rasjidi, Kemenag, Jakarta Pusat, Minggu (10/3).

Sidang isbat melibatkan Tim Hisab Rukyat Kemenag, perwakilan ormas Islam, para duta besar, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta mengundang Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komisi VIII DPR RI.

Lewat konferensi pers, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan bahwa hilal sudah di atas ufuk dan tidak memenuhi standar kriteria baru serta ketiadaan laporan penglihatan hilal. Dengan demikian, tanggal 1 Ramadan ditetapkan jatuh pada hari Selasa, 12 Maret 2024.

Kementerian Agama menggunakan standar kriteria visibilitas tersebut disepakati Menteri Agama Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia, dan Singapura (MABIMS) pada 2021 dengan derajat hilal menjadi 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat. Kesepakatan itu menjadi pedoman penetapan bulan Qomariyah.

Kementerian Agama menggelar sidang isbat penentuan 1 Ramadan 1445H di Auditorium H.M Rasjidi, Kemenag, Jakarta Pusat. Foto: LINES
Kementerian Agama menggelar sidang isbat penentuan 1 Ramadan 1445H di Auditorium H.M Rasjidi, Kemenag, Jakarta Pusat. Foto: LINES
Tim Pengamat Hilal Pondok Pesantren Wali Barokah Kediri menyerahkan hasil pengamatan hilal kepada Hakim Pengadilan Agama Kab Blitar. Foto: LINES PPWB
Tim Pengamat Hilal Pondok Pesantren Wali Barokah Kediri menyerahkan hasil pengamatan hilal kepada Hakim Pengadilan Agama Kab Blitar. Foto: LINES PPWB
Teropong LDII dijadikan objek foto oleh ibu-ibu Kanwil Kemenag Provinsi Sumatera Barat, Minggu (10/3). Foto: LINES
Teropong LDII dijadikan objek foto oleh ibu-ibu Kanwil Kemenag Provinsi Sumatera Barat, Minggu (10/3). Foto: LINES
Pengamat Hilal dari Pondok Pesantren Wali Barokah Kediri mengamati hilal di salah satu daerah Kab. Blitar Jawa Timur, Minggu (10/3). Foto: LINES
Pengamat Hilal dari Pondok Pesantren Wali Barokah Kediri mengamati hilal di salah satu daerah Kab. Blitar Jawa Timur, Minggu (10/3). Foto: LINES
Tim DPW LDII JABAR pengamatan Rukyatul Hilal di Pantai Pondok Bali Subang Jabar, Hilal tidak terlihat dikarenakan cuaca mendung, ketinggian 0,3 derajat, azimuth 264 derajat umur bulan 2 jam dari ijtima'. Foto: LINES Jabar
Tim DPW LDII JABAR pengamatan Rukyatul Hilal di Pantai Pondok Bali Subang Jabar, Hilal tidak terlihat dikarenakan cuaca mendung, ketinggian 0,3 derajat, azimuth 264 derajat umur bulan 2 jam dari ijtima’. Foto: LINES Jabar
Tim Pengamat Hilal LDII dalam Pemantauan Hilal, di Pantai Pondok Bali, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Foto: LINES
Tim Pengamat Hilal LDII dalam Pemantauan Hilal, di Pantai Pondok Bali, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Foto: LINES

Berdasarkan hasil sidang, Menteri Agama berharap seluruh umat Islam tetap menjalankan ibadah puasa dengan kekhusyukan.

“Meski masih ada perbedaan, namun hal itu lumrah namun harus tetap menghormati dan menjunjung toleransi sehingga tercipta lingkungan yang kondusif,” ujar Yaqut.

Sebelumnya, menjelang sidang isbat, Kemenag RI menggelar seminar perhitungan astronomi terkait penentuan 1 Ramadan 1445 H. Anggota Tim Hisab Rukyat Kemenag Cecep Nurwendaya menjelaskan bahwa posisi hilal di Indonesia masih rendah. Ketinggian kurang satu derajat dari standar visibilitas.

“Standar 2 derajat saja mustahil, karena itu hilal belum bisa diamati,” ujar Cecep kepada pers.

Sementara itu, Wilnan Fatahillah, anggota Departemen Pendidikan Keagamaan, dan Dakwah (PKD) DPP LDII ikut hadir di Kemenag RI. Wilnan mengatakan bahwa ketinggian derajat hilal di Indonesia belum memenuhi syarat, berdasarkan pengamatan LDII di 73 titik.

“Karena itulah, Sya’ban disempurnakan menjadi 30 hari. Dari rukyatul hilal yang dianut, metode hisab dan rukyat tidak bisa dilakukan terpisah,” kata Wilnan.

LDII ikut andil mengamati hilal pada 73 titik di berbagai daerah setelah sebelumnya, DPP LDII tiga kali menggelar pelatihan rukyatul hilal. Selain melaksanakan simulasi pengamatan, pelatihan itu mengedepankan pemahaman ilmu falakiyah secara fundamental.

Menurut Pahala Sibuea, anggota Departemen Litbang, Iptek, Sumber Daya Alam (LISDAL) DPP LDII, hisab rukyat adalah metode perhitungan dan pengamatan hilal untuk menjadi data ketinggian derajat bulan dan waktu perhitungan ufuk.

“Meski secara hisab sudah mengetahui hasilnya, namun hasil tetap diputuskan melalui sidang isbat,” kata Pahala.

Secara hukum Islam, pengamatan hilal termasuk salah satu kebiasaan yang dicontohkan Rasulullah SAW pada zamannya, hal itu diungkapkan Pengasuh Ponpes Nurul Aini, Cilandak, Jakarta Selatan, H. M. Jarir.

Ia menjelaskan bahwa metode rukyatul hilal penentuan Ramadan, dilihat dari tanggal 1 Sya’ban dan dilakukan pengamatan kembali pada tanggal 29 terkait status hilal sudah terlihat untuk masuk kepada 1 Ramadan.

Mengutip hadits Nabi, jika hilal belum terlihat, maka Sya’ban perlu disempurnakan menjadi 30 hari, demikian juga berlaku untuk Ramadan.

“Sebab masalah ibadah tidak bisa sembarangan, tidak bisa ada ucapan dusta atau persaksian dusta, karena jika hilal belum benar-benar terlihat, maka tak bisa dilakukan,” ujarnya.

Laporan tim rukyatul hilal LDII di berbagai daerah menyatakan hilal belum terlihat karena cuaca yang mendung di beberapa titik pengamatan tersebut.

Tim pengamatan hilal LDII di Sumatera di antaranya di Aceh, Bangka Belitung, Bengkulu, Palembang, Kepri, Lampung, Padang dan Jambi.

Dari Pulau Jawa informasi didapat dari Banten, Jakarta, Subang, Bandung, Pelabuhan Ratu, Lamongan, Bojonegoro, Bangkalan, Sumenep, Jember, Situbondo dan lainnya.

Sementara tim lain di luar Jawa antara lain Palu, Makassar, Mamuju, Bali, Maluku, Jayapura, Manokwari, Mataram, Palangkaraya, Tanah Laut dan lainnya.

(*/LINES)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *