Ketua KPU: Anak Muda Jangan Golput
NASIONAL – Tak sampai satu semester, bangsa Indonesia akan melaksanakan Pemilu. Di antara 170 juta orang pemilih, 53 juta di antaranya adalah pemuda dan pemilih pemula. Mereka turut menentukan nasib bangsa untuk lima tahun ke depan.
“Anak muda jangan Golput,” ujar Ketua KPU Husni Kamil Malik. Peringatan ini beralasan, 9 April 2014, bangsa Indonesia akan menghelat Pemilu Legislatif. Dan sekitar tiga bulan berikutnya Pemilu Presiden. Husni Kamil Malik menilai pemuda memiliki peran penting dalam Pemilu 2014.
Pasalnya pemilih muda berusia 17 sampai 29 tahun diperkirakan mencapai 53 juta dari 170 juta atau sekitar 31 persen dari rakyat Indonesia yang terdaftar memiliki hak pilih. Jumlah tersebut jelas sangat berpengaruh terhadap pemenangan calon presiden nantinya. Jika dihitung ini setara dengan 250 kursi anggota DPR dengan asumsi satu kursi DPR sebesar 250 ribu suara.
Meskipun begitu, Husni mengeluhkan, anak-anak muda kian tak berminat memberikan suaranya alias Golongan Putih (Golput). Tingkat partisipasi mereka pada pemilu tahun 1955 hingga tahun 2009 terus menurun. Bahkan puncaknya pada saat pemilihan presiden langsung tahun 2009, pemilih golput mencapai 27,40 persen yang mayoritas berasal dari anak muda. Hal ini jelas disayangkan berbagai pihak. Alasan mereka golput, di antaranya ketidakpercayaan terhadap partai politik, melemahnya kedekatan pemilih dengan partai politik, serta isu korupsi dan kekecewaan kepemimpinan terdahulu.
“Beberapa dari mereka juga memilih golput juga karena belum terdaftar sebagai daftar pemilih tetap (DPT) dan malas mengurus administrasi pemilihan,” ujar Husni. Melihat peluang yang begitu besar ini para bakal calon presiden tidak menyiakannya. Jauh sebelum 2014 para bakal calon ini sudah melakukan pra kampanye dengan menghadiri sekolah dan kampus untuk menjadi pembicara kuliah umum, seminar atau sekedar memberikan sambutan. Sekolah dan kampus menjadi lokasi ideal pra kampanye mengingat lokasinya yang memungkinkan melakukan orasi dengan jumlah masa yang besar.
Beberapa dari mereka membidik pemilih muda dengan melakukan pencitraan lewat jejaring sosial facebook, twitter, G+, dan masih banyak lagi. Melalui akunnya, tim bakal calon mempublikasi kegiatan sosial, aktivitas pribadi, hingga kegiatan dinasnya. Beberapa dari mereka juga memberikan kritikan kepada kebijakan pemerintahan saat ini dan ide-idenya memperbaiki Indonesia.
Pengamat Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Ari Dwipayan menyarankan kepada para pemilih muda untuk menolak politik pencitraan, menolak figur yang popular secara instan, dan menolak praktik politik uang. Menurutnya kebanyakan pemilih muda cenderung memilih atas dasar ikut-ikutan bukan karena kecocokan visi dengan pilihannya. “Sikap tersebut amat disayangkan karena sangat berpengarut terhadap nasib bangsa ini,” paparnya. (Bahrun/LDII News Network)