Kaltim

Esai: Berdamai

Oleh: Faizunal A. Abdillah
Pemerhati lingkungan – Warga LDII Kabupaten Tangerang

Kalau mau mengkritisi keputusan “berdamai dengan virus corona” tentu gak kekurangan bahan. Entek amek, kurang golek. Daripada kelelahan menghabiskan energi untuk itu, mungkin sudut pandang berikut ini bisa dijadikan alternatif jalan keluar. Jalan keselamatan. Jadikanlah keputusan RI dan banyak negara lainnya untuk berdamai dengan virus corona adalah berita gembira. Energi positif untuk melangkah ke depan. Sebab, itu tanda manusia tidak lagi berperang melawan alam, tapi dipaksa belajar menyelaraskan diri dengan alam. Seiring dengan semakin menyebar mendalam pengertian tentang virus corona. Dimana virus adalah bagian dari cara alam untuk menjaga keseimbangannya, menuju hukum penting alam (sunnatulllah): hidup selaras-seimbang.

Sudah sejak dulu kala, mungkin sejak semesta diciptakan, dari setiap putaran zaman, tidak ada cara perlindungan diri yang lebih meyakinkan selain selaras dan seimbang di tengah alam. Artinya memahami keterhubungan pada setiap makhluk yang ada di atas bumi dan di bawah langit ini. Jika ada satu yang berubah, rusak atau terganggu, akan mengakibatkan gangguan kepada yang lain. Bisa kecil, sedang, besar atau katastropik. Itu pasti. Tergantung skalanya. Allah berfirman;

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan takutlah kalian pada kerusakan/siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (Al-Anfal: 25)

Bekal melangkahnya kemudian, latih diri untuk memandang seperti langit dan bertindak seperti bumi. Saat memandang apa saja dan siapa saja, lihat semuanya serba baik dan secara baik pula. Seperti langit, tidak hanya tampak biru menyejukkan, ia memayungi dan melindungi semuanya. Sehat baik, sakit juga baik. Sakit adalah panggilan, tanda bahwa pola hidup ada yang berubah dan mesti diubah kembali normal. Gembira baik, sedih juga baik. Kesedihan membuka pintu bagi kebahagiaan yang lebih dalam. Melalui cara pandang ini, di satu sisi energi tidak banyak bocor melalui pikiran kritis, di lain sisi para sahabat terhubung secara sangat meyakinkan dengan alam sekitar. Dan itu membuat manusia selaras, seimbang, terjaga rapi.

Allah berfirman:

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imron : 190-191).

Setelah memiliki cara pandang ala langit, pembekalan berikutnya adalah cara bertindak. Dalam hal ini, belajarlah secara mendalam pada bumi pertiwi dalam berbuat. Legawa, tulus dan penuh penerimaan. Apapun yang datang, olah semua menjadi bunga indah dan buah yang berguna. Penderitaan adalah jalan sangat meyakinkan untuk kembali dan tumbuh menuju kedewasaan. Penyakit bukan kutukan, ia berkah yang menyamar, tersembunyi. Ada pesan indah di baliknya, penyakit tidak bisa membunuh. Ia membantu jiwa agar bertumbuh. Begitu cara mengolah semua hal yang terjadi dalam kehidupan ini.

Di atas semuanya, mereka yang bisa memadukan pikiran yang luas tidak terbatas ala langit, dengan pelayanan yang super tulus seperti bumi, di kehidupan ini akan mengalami banyak hal mengagumkan. Pencerahan, keterhubungan, kebahagiaan dan kecerdasan. Cukup, cukup dan cukup. Itulah pesan dan kesan yang dirasakan. Diri tidak lagi mencari apa-apa. Seperti seseorang yang telah sampai di rumah, untuk apa mencari rumah. Tubuh adalah rumah indahnya jiwa. Dalam bahasa sederhana nan indah: “Having a place to go is home. Having someone to love is family”. Setiap tempat adalah rumah. Setiap makhluk adalah keluarga indah. Dan melengkapi keindahan dan rasa cukup yang luar biasa di atas, mengiringi energi positif yang terus bertumbuh; tetaplah waspada dan berhati-hati dalam setiap langkah! Tetaplah di rumah, jaga diri, jaga kesehatan dan qu anfusakum wa ahlikum…!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *