Berita Nasional

DPP LDII Dukung Penghentian Impor Pangan untuk Wujudkan Kemandirian Nasional

Optimalisasi Sumber Daya dan Teknologi Pertanian Jadi Kunci

Jakarta (5/2). Pemerintah berencana menghentikan impor beras, jagung pakan, dan gula pada tahun 2025 sebagai langkah strategis menuju kemandirian pangan. Menanggapi kebijakan ini, DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) menyatakan dukungannya, menilai langkah tersebut sebagai upaya yang tepat untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.

Ketua DPP LDII, Rubiyo, menegaskan bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam dan tenaga kerja yang melimpah, namun pengelolaannya masih perlu diperbaiki. Salah satu tantangan utama adalah konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, yang berisiko mengurangi kapasitas produksi pangan nasional.

“Sehingga sangat memungkinkan untuk tidak impor beras misalnya. Meskipun, saat ini terjadi pula konversi lahan sawah pertanian,” ujar Rubiyo.

Sebagai Profesor Riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Rubiyo mengingatkan bahwa pengurangan luas lahan pertanian berbanding terbalik dengan peningkatan kebutuhan pangan akibat pertumbuhan penduduk.

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya perluasan lahan pertanian, baik untuk produksi padi, jagung pakan, maupun tebu.

Sebagai Profesor Riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Rubiyo mengingatkan bahwa pengurangan luas lahan pertanian berbanding terbalik dengan peningkatan kebutuhan pangan akibat pertumbuhan penduduk. Foto: LINES
Sebagai Profesor Riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Rubiyo mengingatkan bahwa pengurangan luas lahan pertanian berbanding terbalik dengan peningkatan kebutuhan pangan akibat pertumbuhan penduduk. Foto: LINES

Penguatan Teknologi dan Infrastruktur Pertanian

Rubiyo mengapresiasi langkah pemerintah dalam mengoptimalkan intensifikasi pertanian. Ia menyoroti berbagai inovasi yang terus dikembangkan untuk meningkatkan produktivitas, termasuk penerapan varietas unggul yang adaptif terhadap perubahan iklim serta memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit tanaman.

“Bersamaan dengan pengembangan inovasi teknologi. Seperti menanam varietas unggul baru yang adaptif serta mampu berproduksi tinggi, dan tahan terhadap hama dan penyakit tanaman,” tuturnya.

Selain itu, pemerintah juga terus mengembangkan teknologi pemupukan yang lebih efisien serta memanfaatkan alat dan mesin pertanian untuk mempercepat proses tanam dan panen.

Menurut Rubiyo, langkah-langkah ini harus diimbangi dengan peningkatan kelembagaan dan kapasitas sumber daya petani agar mereka dapat mengadopsi teknologi dengan lebih baik.

Dari sisi infrastruktur, ia menyoroti pentingnya penyesuaian dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.

“Termasuk teknologi yang diintroduksikan, seperti varietas tanaman dan alat mesin pertanian untuk mendukung kapasitas produksi dan mutu hasil pertanian yang diharapkan,” jelasnya.

Diversifikasi Pangan dan Pemanfaatan Sumber Lokal

Untuk mencapai kemandirian pangan, Rubiyo juga menekankan perlunya diversifikasi sumber pangan dengan mengembangkan potensi lokal di setiap daerah.

Ia mencontohkan, Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi besar dalam produksi jagung dan sorgum, sedangkan Papua dapat mengembangkan umbi-umbian dan sagu sebagai alternatif pangan utama.

“Tingkatkan potensi pangan lokal di daerah. Misalnya NTT untuk jagung atau sorgum, kemudian Papua dengan umbi dan sagu,” imbuhnya.

LDII Dukung Program Kemandirian Pangan

Sebagai bentuk komitmen dalam mendukung program pemerintah, LDII turut berperan dalam pengembangan sorgum sebagai sumber pangan alternatif. Rubiyo menjelaskan bahwa LDII telah membangun kebun benih sorgum yang bermutu untuk dikembangkan lebih luas.

“Salah satunya, kami mengembangkan sorgum dengan membangun kebun benih yang bermutu untuk dikembangkan,” katanya.

Kebun benih sorgum yang dikembangkan LDII saat ini mencakup area seluas satu hektare di Blora, Jawa Tengah. Dengan produksi benih mencapai 20 ton per siklus panen, kebun ini berpotensi memenuhi kebutuhan benih sorgum hingga 400 hektare lahan pertanian.

“Jika menghasilkan 20 ton benih, maka akan mampu memenuhi kebutuhan benih untuk 400 hektar. Lokasinya di Blora, Jawa Tengah,” tutup Rubiyo.

Penghentian impor pangan pada 2025 menjadi langkah besar bagi Indonesia dalam mewujudkan kemandirian pangan.

Dengan optimalisasi lahan, penerapan teknologi pertanian modern, serta diversifikasi sumber pangan lokal, ketahanan pangan nasional dapat semakin kuat.

Sinergi antara pemerintah, lembaga penelitian, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai swasembada pangan yang berkelanjutan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *